Lalu, ketika raja asal Thrace meminta bantuan kepada Hercules melalui putrinya untuk mengalahkan panglima perang buas dan seluruh pasukannya yang mengerikan, Hercules sadar bahwa untuk membuat kebaikan dan mendapatkan keadilan bagi seluruh pihak, ia harus kembali menjadi pahlawan, menjadi legenda itu sendiri, ia harus menjadi Hercules.
Review:
Herkules adalah tokoh dalam mitologi Romawi. Dalam mitologi Yunani dia dikenal sebagai Herakles. Begitu banyak cerita dan versi tentang lelaki yang diidentikkan dengan kekuatan dan kedewaannya. Legenda menyebutkan bahwa Herkules adalah putra dewa Yupiter (dalam mitologi Yunani disebutZeus), pemimpin para dewa dengan Alkmene yang seorang wanita biasa. Ini membuat Yuno (dalam mitologi Yunani disebut Hera), istri Yupiter cemburu dan menumpahkan kekesalannya pada Herkules dengan berusaha membunuhnya. Kisah yang terkenal adalah upaya Hera membuat Herkules menderita dan diharuskan menjalankan 12 macam tugas berat, yang semuanya bisa dilalui.
Kisah mitologi Romawi ini telah diangkat ke dalam medium film sejak tahun 1933. Namun legenda Hercules ini angkat nama di Indonesia ketika Kevin Sorbo memerankan pria terkuat di dunia itu pada tahun 1994 dalam sebuah serial televisi.
Tahun ini, dua film tentang Hercules telah dirilis ke bioskop-bioskop seluruh dunia, termasuk Indonesia. 10 Januari, film berjudul “The Legend of Hercules” yang dibintangi oleh Kellan Lutz dirilis. Enam bulan setelahnya, mengusung judul “Hercules,” film yang kali ini dibintangi oleh pegulat yang beralih profesi menjadi aktor, Dwayne ‘The Rock’ Johnson dirilis.
Kalau dilihat, sebenarnya tidak ada yang menarik dalam cerita Hercules. Karena didasari dari mitos, ceritanya akan terus selalu seperti itu. Berbeda apabila cerita ini adalah sebuah dongeng yang jalan ceritanya bisa diubah mengikuti perkembangan jaman.
Karena itu, siapapun yang ingin mengangkat cerita mengenai keturunan Zeus ini harus pintar-pintar putar otak mencari sisi lain dari Hercules untuk diceritakan kepada khalayak umum. Meski pada akhirnya mitos tersebut diperlakukan selayaknya dongeng semata-mata untuk ‘dijual.’
Tapi dari sekian film dan serial televisi yang pernah saya tonton mengenai Hercules, saya rasa versi dari film yang disutradarai oleh Brett Ratner ini yang paling menarik perhatian saya. Pasalnya, Ratner mengambil sisi penceritaan dari sudut pandang dimana Hercules bukanlah anak dewa. Tapi memang hanya manusia biasa yang kebetulan memiliki kekuatan yang luar biasa. Segala cerita mengenai kehebatan Hercules berasal dari dongeng yang diceritakan dari mulut keponakannya, Iolaus.
10 menit pertama film yang diadaptasi dari novel grafis karya Steve Moore dan Admira Wijaya dimulai cukup nge-hook saya. Efek dan editingnya cukup membuat saya terpana. Tapi setelah film berjalan hingga 45 menit, Hercules versi The Rock ini terjebak dalam mitos gaya bercerita Hollywood. Saya merasa tidak ada sesuatu yang baru yang ditawarkan oleh film kali ini.
Tidak hanya terjebak dalam tema dan mitos bercerita ala Hollywood, Hercules versi terbaru ini juga terjebak dalam mitos bercerita dari kisah-kisah Hercules yang pernah ada. Peperangan untuk menegakkan keadilan dimana kebaikan mengalahkan kejahatan, bla bla bla dan sebagainya. Selanjutnya, sudah bisa ditebak ceritanya akan mengarah kemana.
Buat saya pribadi, yang menarik di film ini bukan si Herculesnya. Tapi kelima temannya yang berada disampingnya. Kelima teman ini memperkuat sudut pandang Ratner sebagai sutradara yang ingin menampilkan Hercules sebagai manusia biasa. Dan tanpa kelima sahabatnya ini sudut pandang tersebut tidak akan tercapai.
Penampilan Reece Ritchie sebagai Iolaus di film ini pun cukup membuat film berdurasi 99 menit ini terasa lebih segar. Sungguh saya tidak kepikiran bagaimana Ratner atau Ryan Condal dan Evan Spiliotopoulos sebagai duo penulis skenarionya bisa menjadikan karakter Iolaus menjadi semenarik ini. Seorang pendongeng yang tidak memiliki kemampuan apapun selain bercerita yang kalau dipikir-pikir jasanya juga sama besarnya dengan keempat rekan Hercules lainnya yang memiliki kemampuan bertarung. Salut.
Selain itu, pendekatan Ratner yang mencoba untuk memanusiawikan para makhluk-makhluk legenda di mitos Yunani seperti Centaur (manusia berkaki kuda), Ular berkepala sembilan yang dikenal dengan Hidra hingga anjing yang berkepala tiga, Kerberos juga patut diacungi jempol. Pendekatan ini membuat mitos Hercules yang dibuat Ratner semakin dekat dengan dunia kita sekarang ini. Dan itu berpengaruh untuk menghilangkan jarak antara penonton dan mitos yang diceritakan di layar hadapan kita.
Selebihnya, tidak ada yang spesial dari film berbudget 100 juta dollar Amerika ini. Kostumnya tidak ada yang membekas di ingatan saya. Musiknya juga hanya berperan sebagai pengiring adegan, tidak lebih. Efeknya pun hanya maksimal di 10 menit pertama.
Namun kalau ditanya apa film ini menghibur atau tidak? Saya akan jawab menghibur. Benar. Film ini menghibur. Apalagi dengan celetukan-celetukan lucu yang keluar dari mulut Hercules dan rekan-rekannya cukup membuat film ini lebih segar dan tidak menjadi sebuah film yang sangat serius. Penempatan humornya pun pas, tidak berlebihan.
sumber
sumber
0 komentar:
Post a Comment
www.Wrlov.blogspot.com Merupakan Blog DoFollow
Rules :
1.Komentar Sewajarnya
2.NO SPAM,SARA,FLAMMING,FLOODING
3.Komentar yang Melanggar Akan dihapus oleh Admin
4.Komentar Sesuai dengan Artikel
Terima Kasih Atas Perhatiannya.